Sampai hari ini, para pengikut Ibnu Taimiyah berusaha meyakinkan bahwa 
pembunuh Husein bin Ali adalah pengikut Syiah sendiri. Karena pada saat 
itu Syiah Ali banyak ditemui di Kufah dan merekalah yang memanggil 
Husein untuk datang ke Kufah dengan melayangkan ribuan surat kepada 
Husein as. Husein dikhianati oleh kaum Syiah, merekalah pembunuh Husein 
yang sebenarnya. Oleh karenanya, mereka meratapi kejadian Karbala karena
 penyesalan akan pengkhiatan kaumnya. Jadi kambing hitam atas tragedi 
Karbala adalah orang-orang Syiah. 
Logika ini sama persis seperti
 yang dilakukan Amr bin Ash pendamping setia Muawiyah terhadap Imam Ali 
bin Abi Thalib as tentang peristiwa kesyahidan Ammar bin Yasir ra, 
sahabat Rasul dan pengikut setia Ali. Dikarenakan Rasulullah saww pernah
 bersabda –dalam hadis mutawatir- kepada Ammar; "sataqtuluka fiah 
baghiah" (engkau akan dibunuh oleh kelompok pendurhaka). Pada waktu 
perang Shiffin, perang antara kubu Amirulmukminin Ali as dan Muawiyah di
 daerah yang terkenal dengan sebutan Shiffin, di situ Ammar terbunuh. 
Kala itu, Ammar di pihak Amirulmukminin Ali as. Dengan terbunuhnya Ammar
 di pihak Ali, beberapa kaum pembela Muawiyah ingat sabda Rasul tadi, 
mereka pun bimbang. Untuk menghindari kebimbangan itu yang tentu akan 
mengurangi semangat bala tentaranya, Amr bin Ash penasehat setia 
Muawiyah mengatakan bahwa pembunuh Ammar adalah Ali. Dengan alasan, 
"jikalau Ali tidak memerangi Muawiyah niscaya Ammar tidak akan 
terbunuh". Karena ajakan Ali, Ammar terbunuh, berarti Ali-lah pembunuh 
Ammar. Logika yang lucu tapi nyata. Hanya manusia bodoh yang menerima 
logika semacam itu. Karena jika kita dipaksa menerima logika tersebut 
berarti kita harus menerima juga ungkapan bahwa pembunuh para sahabat 
Rasul adalah Rasul sendiri, karena Rasullah yang mengajak mereka 
berperang
Memang, saat itu kaum Syiah banyak ditemui di Kufah, 
namun tidak semua orang Kufah bermazhab Syiah. Tidak semua yang 
melayangkan surat ke Husein bin Ali adalah yang bermazhab Syiah. Mereka 
yang melayangkan surat juga termasuk orang yang mengakui kekhalifahan 
Syeikhain. Mereka turut melayangkan surat dikarenakan kecintaan mereka 
kepada keluarga Rasul dan kebencian mereka akan kezaliman. Bukankah yang
 mengajarkan kecintaan kepada keluarga Rasul bukan hanya khusus mazhab 
Syiah saja? Bukankah yang mengajarkan kebencian terhadap berbagai 
kezaliman bukan hanya dikhususkan mazhab Syiah saja? Atas dasar itulah, 
lantas ribuan surat melayang ke pangkuan Husein bin Ali as. 
Mereka-mereka
 pencari kambing hitam peristiwa Karbala tidak tahu (jahil) –atau 
sengaja tidak mau tahu (keras kepala)- bahwa sebelum peristiwa Karbala, 
ribuan penduduk Kufah dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad dengan 
bekerjasama dengan Nukman bin Basyir gubernur Kufah, bawahan Yazid. 
Pembunuhan itu atas perintah langsung dari Syam, pusat pemerintahan 
rezim Yazid. Perintah itu keluar setelah Yazid mendengar melalui 
mata-matanya bahwa penduduk Kufah banyak melayangkan surat kepada 
Husein. Selain pembunuhan juga dilakukan penangkapan besar-besaran 
penduduk Kufah, pendukung imam Husein. Dan intimidasi untuk menarik 
kembali baiat yang mereka layangkan kepada Husein di bawah ancaman mati 
di ujung pedang. Lantas, masihkah pengikut Ibnu Taimiyah terus akan 
mencari-cari kambing hitam itu? Ataukah mereka terus berusaha untuk 
selalu mencari jalan lain dalam rangka membela kaum durjana? 
Berikut ini bukti-bukti bahwa penyerangan dan pembunuhan terhadap diri al-Husein as adalah atas perintah Yazid bin Mu’awiyah:
1.
 Suyuthi berkata: “Maka Yazid mengirm surat kepada gubernurnya di Irak, 
Ubaidullah bin Ziyad, agar memeranginya (al-Husein).” [Lihat: Suyuthi, 
“Tarikh al-Khulafa”, hal. 207].
2. Ibn Sa’ad mengatakan: “Kala 
itu Nu’man bin Basyir menjabat sebagai gubernur Kufah. Yazid khawatir 
bahwa Nu’man tidak berani menghadapi al-Husein. Sehingga kemudian ia 
mengirim surat kepada Ubaidullah bin Ziyad agar menjadi gubernur di 
Kufah, menggantikan Nu’man. Ia juga memerintahkan kepada Ubaidullah agar
 menghadapi al-Husein, dan agar segera mencapai Kufah sebelum didahului 
oleh al-Husein.” [Ibn Sa’ad, “Thabaqat”, seputar “Maqtal al-Husein”]. 
Mengenai kegembiraan Yazid atas terbunuhnya al-Husein as, berikut riwayatnya:
1.
 Ibn Atsir, ulama ahli rijal, yang terkenal dengan kitab rijal-nya “Usud
 al-Ghabah” mengatakan: “Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk 
menemuinya, sementara kepala (al-Husein) berada di sisinya. Ia lalu 
memukuli mulut dari kepala tersebut, sembari mengucapkan syair.” [Lihat:
 Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].
Ibn Atsir 
mengatakan: “Ketika kepala al-Husein sampai ke hadapan Yazid, maka hal 
itu telah menggembirakan Yazid terhadap apa yang telah ia (Ibn Ziyad) 
lakukan. Hingga kemudian orang-orang masuk, menunjukkan kebencian 
kepadanya, melaknatnya, dan mencacinya. Karenanya, Yazid pun lalu 
menunjukkan penyesalan atas terbunuhnya al-Husein.” [Lihat: Ibn Atsir, 
“Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 87].
2. Ibn Katsir meriwayatkan 
dari Abu ‘Ubaidah Mua’mar bin al-Matsna, yang mengatakan: “Ketika Ibn 
Ziyad membunuh al-Husein dan orang-orang yang bersama beliau, ia lalu 
mengirimkan kepala-kepala tersebut kepada Yazid. Maka Yazid pun 
bergembira pada mulanya, dan menempatkan Ibn Ziyad di samping dirinya. 
Namun tak berapa lama kemudian, ia menunjukkan penyesalan.” [Lihat: Ibn 
Katsir, “Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 8, hal. 255].
3. 
Al-Qasim bin Abdurahman (salah seorang budak Yazid bin Mu’awiyah) 
berkata: “Tatkala kepala-kepala diletakkan di hadapan Yazid bin 
Mu’awiyah, yaitu kepala al-Husein, keluarga, dan para sahabat beliau. Ia
 (Yazid) berkata: “Sungguh kami telah membelah kepala seseorang dari 
para lelaki yang angkuh terhadap kami, yang mana mereka adalah 
orang-orang yang paling durhaka dan paling lalim.” [Lihat: Thabari, 
“Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 391].
Al-Qasim bin 
Bukhait berkata: “Yazid lalu memberi izin orang-orang untuk masuk, 
sementara kepala (al-Husein) berada di hadapannya. Ia lalu memukul-mukul
 mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya bersyair.” [Lihat: Thabari,
 “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”, jilid 6, hal. 396-397].
Uwanah bin 
al-Hakam al-Kalbi berkata: “Ubaidillah lalu memanggil Muhaffiz bin 
Tsa’labah dan Syimr bin Dzil Jausyan dan berkata: “Berangkatlah dengan 
membawa perbekalan dan kepala untuk menghadap amirul mukminin Yazid bin 
Mu’awiyah.” Mereka lalu berangkat. Dan ketika sampai di istana Yazid, 
Muhaffiz berteriak dengan suara lantang: “Kami datang dengan membawa 
kepala manusia paling dungu dan keji.” Yazid pun berkata: “Ibu Muhaffiz 
tidak melahirkan seorang yang lebih keji dan lebih dungu darinya 
(al-Husein). Sedangkan ia (al-Husein) adalah seorang pemutus hubungan 
yang zalim.” Dan tatkala Yazid melihat kepala al-Husein, ia berkata: 
“Sungguh kami telah membelah kepala seseorang dari para lelaki yang 
angkuh terhadap kami, yang mana mereka adalah orang-orang yang paling 
durhaka dan paling lalim.” [Lihat: Thabari, “Tarikh al-Umam wa al-Mulk”,
 jilid 6, hal. 394-396; Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 84].
4.
 Para penulis sejarah ahlusunnah terkenal meriwayatkan: “Setelah diarak 
keliling kota, Ibn Ziyad (gubernur Kufah) mengirim kepala al-Husein as 
kepada Yazid bin Mu’awiyah di Syam (Damaskus). Saat itu bersama Yazid 
terdapat Abu Barzah al-Aslami. Lalu Yazid meletakkan kepala tersebut di 
hadapannya dan memukul-mukul mulut dari kepala itu dengan tongkat seraya
 bersyair. Abu Barzah lalu berkata: “Angkat tongkatmu! Demi Allah, aku 
kerap melihat Rasulullah mencium bibir itu.” [Lihat: Ibn Katsir, 
“Al-Bidayah wa al-Nihayah”, jilid 7, hal. 190; Al-Mas’udi, “Muruj 
al-Dzihab”, jilid 2, hal. 90-91; “Tarikh Thabari”, jilid 2, hal. 371; 
Ibn Atsir, “Tarikh al-Kamil”, jilid 4, hal. 85].
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar