Sebagian rakyat Amerika Serikat tentu senang jika kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump kalah dalam pemilu 8 November mendatang. Namun sebagian lagi justru takut jika pria 70 tahun itu kalah.Trump sudah berulang kali mengatakan dalam pidato-pidato kampanyenya,
pemilu presiden nanti akan bisa dicurangi. Dengan begitu sesungguhnya
dia memberikan semacam ancaman bahwa pendukungnya akan melancarkan
serangan balik jika kandidat presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton menang.
Hal
ini juga bisa dikatakan sebuah fenomena di mana seorang calon presiden
sudah menuding pemilu nanti bakal dicurangi bahkan sebelum rakyat
memilih. Padahal pemilu presiden di Amerika Serikat menerapkan sistem
desentralisasi, artinya tidak terpusat, dengan demikian kemungkinan
hasil perhitungan suara akan dicurangi cukup kecil.
Sang Raja Properti itu menyerukan kepada pendukungnya untuk mengawasi tempat pemungutan suara pada hari pemilihan nanti.
"Trump
sedang bermain api dan selama ini dia sudah bermain api sejak lama.
Kini permainan itu makin memuncak," ujar Matt Dallek, profesor politik
dari Universitas George Washington, seperti dikutip the Times of Israel,
Rabu (19/10).
Kekerasan memang belum tentu jadi akhir dari
segalanya, tapi di negara dengan jumlah senjata api lebih banyak
ketimbang warganya, bukan tidak mungkin para pendukung Trump mengambil
jalan pintas yang bisa menimbulkan tragedi.
Kampanye Trump yang
berapi-api selama ini cukup menarik minat warga kelas menengah yang
frustrasi dan orang kulit putih yang kurang berpendidikan. Dalam
kampanyenya Trump sering menyerang warga imigran, muslim, kelompok
minoritas lainnya.
Pada kampanye Trump Senin malam di Wisconsin, remaja 18 tahun bernama Joseph Wells
yang pertama kali akan ikut pemilu mengatakan, dia cukup tegang dengan apa yang akan terjadi jika Clinton menang."Saya tidak bilang pendukung Trump itu jahat, tapi mereka bisa dengan
mudah terpancing. Mereka tentu tidak akan senang," kata Wells.
"Terus terang, saya agak takut atas apa yang akan terjadi setelah pemilu," kata mahasiswa sebuah universitas itu.
Dalam
jajak pendapat teranyar, Clinton unggul hingga rentang tujuh sampai 11
poin dari Trump. Dan sebagian kaum perempuan menuduh Trump sebagai
pelaku pelecehan seksual. Trump membantah semua tuduhan itu.
Dilaporkan dari situs berita
The Independent, Selasa (18/10), salah satu pendukung garis keras
Trump, Dan Bowman, asal Cincinnati, mengatakan Clinton tidak pantas
menjadi orang nomor satu di Negeri Paman Sam. Dia bersedia melakukan
berbagai upaya untuk menggulingkan Clinton, salah satunya dengan
melakukan kudeta.
"Saya akan melakukan apapun untuk menggulingkan Clinton dari kekuasaan," kata dia.
"Jika
dia (Clinton), berada di Gedung Putih, saya akan berupaya memulai
kudeta. Dia harus ditembak, atau paling tidak dipenjara. Itu menurut
saya," ucapnya.
"Jika memang perlu, kami akan melakukan revolusi
untuk mengeluarkan dia dari Gedung Putih. Mungkin akan banyak
pertumpahan darah, namun saya siap demi negeri ini," lanjut Bowman.
Presiden Barack Obama dua hari lalu mengkritik Trump yang kerap mengatakan pemilu nanti akan bisa dicurangi.
"Anda
(Trump) sudah merengek bahkan sebelum permainan berakhir? Saran saya,
berhentilah merengek dan berusahalah mendapatkan suara," ujar Obama.
(Sumber Tertera dan Lengkap--->)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar